7 Pejuang GAM Paling Ditakuti
Setelah deklarasi Aceh Merdeka oleh Teungku
Hasan di Tiro di
Gunung Halimon, Pidie pada 4
Desember 1976, kita cukup
banyak mendengar cerita-cerita heroik pejuang Gerakan Aceh Merdeka. Kita
mendengar cerita keberanian, kebal peluru dan ilmu bisa menghilang. Keahlian
ini yang membuat mereka sangat ditakuti oleh TNI dan disegani oleh masyarakat.
Untuk mereka para pejuang GAM ini, masyarakat menyebutnya sebagai awak ateuh atau orang dari gunung, yang
menunjukkan para pejuang GAM ini bergerilya di hutan-hutan Aceh. Ini beberapa
pejuang yang namanya sempat berkibar di Aceh dan sangat dicari oleh aparat
keamanan.
Abdullah Syafie
Teungku Abdullah Syafie atau Teungku Lah adalah Panglima GAM yang sangat karismatik, disegani kawan dan ditakuti lawan. Di kalangan pasukannya Teungku Lah dikenal sangat tegas namun sopan. Ia juga santun dan bersahaja. Saya merasakan kebersahajaannya ketika suatu kali menjumpainya di sebuah kampung di Glumpang Baro, Pidie. Dia sangat ramah. Saya disapanya ‘Aneuk Muda’. Selama tiga jam lebih saya duduk dan berbicara dengannya. Kebetulan Teungku Lah sedang beristirahat di kampung saya waktu itu. Rasa kagum saya pada sosok yang sangat dicintai pasukannya itu setelah beliau berceramah di masjid kampung saya.
Teungku Abdullah Syafie
Teungku Lah adalah pemimpin sayap militer GAM. Dia pernah menjabat sebagai Panglima GAM Wilayah Pidie, dan terakhir sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka seluruh Sumatera. Konon, lebih 20 tahun Teungku Lah memimpin gerilyawan GAM di kawasan Bireuen.
Teungku Lah tidak mendapat pendidikan militer di Libya, seperti Arjuna atau Ahmad Kandang. Inilah yang membuatnya tidak begitu suka dengan penggunaan kekerasan dalam berjuang. Kekuatan senjata hanya untuk mempertahankan diri. Hal ini pula yang membuat Teungku Lah sangat dihormati oleh tentara musuh.
Teungku Lah lahir di Desa Matanggeulumpang Dua, Bireuen. Ia hanya sempat bersekolah hingga kelas tiga di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Keluar dari sekolah tersebut, Teungku Lah memilih belajar agama di sejumlah Pesantren di Aceh. Teungku Lah mulai terlibat GAM pada awal 1980 (ada juga kabar yang menyebutkan, Teungku Lah bergabung dengan GAM sehari sebelum Hasan Tiro memproklamirkan GAM di Gunong Halimon).
Sebenarnya, masa muda Teungku Lah termasuk unik. Ia banyak terlihat dalam dunia teater bersama group Jeumpa. Sangat jauh dari kesan militer. Tetapi, belakangan, hal ini sangat membantu Teungku Lah dalam hal penyamaran. Mobilitas Teungku Lah tak terdeteksi. Orang Aceh menyebut Teungku Lah punya ileume peurabon (ilmu bisa menghilangkan diri). Teungku Abdullah Syafie meninggal dunia pada 22 Januari 2002 di Jiem-Jiem, Bandar Baru, Pidie dalam sebuah penyergapan oleh TNI. Sang istri dan lima pasukannya ikut syahid dalam penyerangan tersebut.
Sebelum meninggal, Teungku pernah membuat wasiat, “Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar mensyahidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apapun apabila negeri ini (Aceh) merdeka”.
Surya Darma alias Robert
Tahun 90-an, Surya Darma atau Robert sangat
terkenal di Aceh. Dia pejuang GAM yang
sangat ditakuti dan diburu oleh aparat keamanan saat itu. Foto-fotonya bersama
para pejuang GAM lainnya begitu mudah kita temukan di pos kamling. Dia gencar
beraksi pada 1989-1992 di kawasan Aceh Timur dan Aceh Utara.
Surya Darma alias Robert
Tapi,
siapa sebenarnya Robert? Dia merupakan putra Minang asli, yang lahir di
Lampaseh, Banda Aceh, dengan nama Surya Darma. Pada tahun 1985, prajurit satu
dari Batalyon 113 Kota Bakti, Pidie ini pernah dikirim oleh kesatuannya ke
Timor Timur (kini Timur Leste) untuk memerangi pasukan Fretelin.
Konon,
sepulang dari Timor Timur, Robert membuat ulah memukul anggota Polisi Militer
saat nonton di Bioskop Beringin. Atas ulahnya tersebut, Robert dihukum oleh
komandannya dan sempat dititipkan di LP Sigli. Setahun kemudian, Robert kembali
membuat heboh dengan membobol kas berisi uang kontan bernilai ratusan juta
rupiah milik PT Arun. Karena terus bikin ulah, Robert akhirnya dikeluarkan dari
dinas militer.
Sejak
lama Robert bersimpati pada perjuangan GAM. Ketika ditahan bersama tahanan GAM
di sebuah sel di Batalyon 113 Kota Bakti, Robert melihat para pejuang GAM tetap
Salat walau di penjara. “ABRI yang digaji pemerintah malah berjudi, minum
minuman keras. Sejak itu saya tertarik dan terlibat dalam GAM. Banyak anggota
ABRI juga bersimpati pada GAM,” kata Robert dalam sebuah wawancara dengan
Majalah Forum Keadilan, 11 Januari 1999.
Suatu
kali, setelah memukul seorang Camat di Batee, Pidie, Robert bersama Arjuna
berhasil meloloskan diri dari kejaran aparat. Dia pun memilih lari ke Malaysia.
Pada Tahun 1993, Robert dihukum mati secara in absentia oleh Pengadilan Negeri
Lhokseumawe.
Arjuna
Selain
Robert, pejuang GAM yang namanya berkibar antara tahun 1989-1992 adalah Arjuna.
Beda dengan Robert, Arjuna adalah eks Libya (1988-1989), dan dikenal sangat
berani serta ahli merancang serangan. Dia pun termasuk intelektual GAM, jebolan
dari Fakultar Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala. Tak heran, setahun
setelah bergabung dengan GAM, Arjuna dipercaya menjadi komandan pasukan GAM
Wilayah Pidie.
Arjuna
termasuk angkatan terakhir (1989/1990) yang dikirim berlatih militer ke Libya
bersama Ahmad Kandang. Sementara angkatan pertama yang berlatih di Libya yaitu
Muzakkir Manaf juga Ismail Syahputra, juru bicara ASNLF GAM yang diculik di
Medan.
Di
dalam pasukan GAM, Arjuna dikenal dengan nama Rambo, tokoh
film Hollywood dalam perang Vietnam. Ini wajar karena lelaki brewok ini sangat
lihat dalam taktik perang gerilya. Dia masuk list aktivis GAM yang paling
diburu aparat keamanan. Merasa tak aman terus berada di Aceh setelah terlibat
pemukulan seorang Camat di Batee, Pidie, Arjuna meloloskan diri ke Malaysia
tahun 1992. Di sana ia bekerja serabutan.
Terakhir pada 1997, dia pulang ke Aceh. Ia masuk lewat
Pelabuhan Peureulak Aceh Timur yang relatif sepi dari ingar bingar pergolakan.
Ia kembali ke Bireuen sebentar, dan selanjutnya hijrah ke Bekasi. Ia memilih
menjadi pedagang kelontong dan sayuran di Pasar Bekasi. Garis perjuangannya pun
melunak. Terakhir ketika pulang ke Bireuen sekitar tahun 2001, Arjuna
dieksekusi. Konon dilakukan oleh gerakan yang dulu pernah dibelanya.
Ahmad
Kandang
Nama
aslinya Muhammad Rasyid. Tapi dia lebih dikenal dengan nama Ahmad Kandang.
Pasalnya, ia lahir dan tinggal di Desa Meunasah Blang Kandang, Muara Dua, Aceh
Utara.
Ahmad Kandang
Akhir
Desember 1998, Ahmad Kandang menjadi pentolan GAM paling dicari aparat
keamanan. Ia dituding sebagai dalang pembunuhan sejumlah anggota ABRI. Hal itu
pula yang mendorong ABRI (kini TNI) melancarkan Operasi Wibawa ’99 yang
menjadikan Aceh sebagai medan perang. Sebagai operator lapangan, tak mudah bagi
TNI menangkap Ahmad Kandang. Ia dilindungi oleh pasukan dan masyarakat
Kandang.
Ahmad
Kandang dikenal sebagai Robinhood-nya Aceh. Pelaku utama pembobolan Bank
Central Asia (BCA) Lhokseumawe pada Februari 1997 ini sangat dicintai
masyarakat. Ia sering membagi rezeki kepada penduduk di kampungnya. Ini pula
yang membuatnya selalu dijaga oleh masyarakat.
Pada
pertengahan November 1998, misalnya, saat sepasukan Brimob telah mengepung
rumah Ahmad Kandang, mereka tak berani menembak panglima GAM Pasee tersebut
karena di dalam rumah tempat persembunyiaan Ahmad ada ibu dan bayi. Warga
bahkan membentuk pagar betis untuk melindunginya. Kesempatan itu digunakan oleh
pejuang ini untuk kabur dan melarikan diri.
Ahmad
Kandang dikenal ahli perakit bom. Banyak bom yang dipasang untuk menghadang
laju operasi TNI dibuat olehnya. Tapi, nasibnya tragis, karena dia meninggal
karena bom yang dirakitnya meledak. Padahal, bom itu dia siapkan untuk
menghadang iring-iringan TNI.
Ishak
Daud
Selain
Ahmad Kandang, nama tokoh GAM yang
juga paling diburu aparat keamanan adalah Teungku Ishak bin Muhammad Daud atau
lebih dikenal dengan Ishak Daud. Penglima GAM Wilayah Peureulak ini punya
postur tubuh tinggi-tegap. Wajahnya juga ganteng dan mirip bintang film
India.
Ishak Daud
Ishak
lahir di Desa Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada
12 Januari 1960. Ia adalah anak pertama dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku
Basyah dan Nuriah. Semasa kecil, Ishak tinggal di lingkungan desa yang
rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Ayahnya bekerja sebagai nelayan
sedang ibunya berjualan kue.
Merasa
tidak pernah puas dengan kondisi itu, pada awal tahun 1984, pada usia 24 tahun,
Ishak memutuskan merantau ke Malaysia. Di negeri jiran itu, Ishak Daud bekerja
serampangan, sebagai kuli bangunan atau penjaga restoran. Karena tak tahan
hidup seperti itu di Malaysia, Ishak Daud memutuskan merantau ke Singapore.
Apalagi banyak orang Aceh di negeri singa itu. Sama seperti di Malaysia, Ishak
Daud juga bekerja serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir angkutan. Di
Singapore pula Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka, apalagi saat itu
banyak aktivis Aceh Merdeka menggelar pertemuan politik. Praktis, selama
bekerja di Singapore Ishak sering mengikuti pertemuan tersebut. Ini pula yang
membuka wawasannya tentang sejarah Aceh.
Pada
Juni 1987, Ishak akhirnya disumpah oleh Tengku Abdullah Musa sebagai anggota
GAM. Apalagi Hasan Tiro yang mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda Aceh
untuk dididik pendidikan militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk
dalam rombongan 40 orang pemuda Aceh yang dikirim ke Libya.
Sepulang
dari Libya, Ishak Daud singgah di Singapore. Hanya 12 hari di sana, Ishak Daud
pun memutuskan pulang ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai. Dari sana ia
naik bus dan kembali ke kampung halamannya di Idi Rayeuk. Awalnya dia bekerja
sebagai pedagang Ikan dan diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat GAM.
Ishak
termasuk tokoh pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk,
Aceh Timur pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di Gunung Halimun,
Pidie, yang dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.
Pada
20 Mei 1990, Ishak Daud menyerang pos ABRI di Buloh Blang Ara, Aceh Utara.
Dalam penyerangan itu, dua tentara dan seorang pelajar SMP meninggal. Kelompok
Ishak Daud juga berhasil mengambil 22 pucuk senjata M-16 dan senjata jenis
Minimi. Untuk ulahnya tersebut, Ishak Daud divonis 20 tahun penjara oleh
Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Sidangnya digelar di Sabang karena dalam
beberapa persidangan sebelumnya, Ishak Daud selalu dielu-elukan oleh
simpatisannya. Saat itu, Ishak disebut-sebut sebagai Kepala Biro Penerangan
Aceh Merdeka.
Namun,
Ishak Daud hanya sempat menjalani hukuman dua tahun saja, karena pada masa
kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, 21 Mei 2000, Ishak Daud dibebaskan.
Ishak memutuskan kembali bergabung dengan GAM, posisi terakhirnya sebagai
Panglima GAM Wilayah Peureulak-Teumieng. Ishak meninggal dalam sebuah
penyergapan oleh TNI pada akhir tahun 2003.
Abu
Arafah
Teungku
Abdul Meuthalib atau yang lebih terkenal dengan Abu Arafah adalah Panglima GAM
Wilayah Meureuhom Daya. Wilayah operasional GAM Meureuhom Daya dalam struktur
wilayah Gerakan Aceh Merdeka meliputi Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, hingga
Arongan, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat.
Abu Arafah
Abu
Arafah dikenal militan karena sering kali menyerang patroli TNI di Gunung
Geureutee, Aceh Jaya. Dia sering-kali mengultimatun pasukan TNI agar tidak
melintasi wilayah kekuasaannya, mulai dari Lhoong, Aceh Besar hingga Arongan.
Setiap penyerangan yang terjadi terhadap TNI di lintasan pegunungan itu diklaim
dilakukan oleh pihaknya. Suatu kali, pasukannya menyerang pasukan pengamanan
bahan logistik TNI BKO Kecamatan Jaya yang mengakibatkan Prada Suprianto,
anggota TNI dari Kesatuan 320/Siliwangi luka parah.
"Kita
memang mempersiapkan serangan itu, untuk mengingatkan mereka agar jangan
menakali masyarakat," kata Arafah kepada media ketika itu.
Abu
Arafah juga mengajak TNI berperang secara terbuka dengan pasukannya. Pasalnya,
setiap selesai kontak senjata dengan GAM, aparat TNI/Polri sering mengasari
masyarakat. Namun, ajakan perang tersebut mendapat larangan dari ulama, apalagi
seruan tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan. Para ulama cemas, karena Abu
Arafah mengancam akan menyerang pos TNI jika tak mau meladeni ajakan berperang
di lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk.
"Kami
menghormati dan menghargai imbauan ulama dan tokoh masyarakat itu sepanjang
pihak TNI/Polri tidak mengganggu dan menindak masyarakat secara kasar,"
kata juru bicara AGAM Wilayah Meureuhom Daya, Abu Tausi, mewakili Abu
Arafah.
Abu Arafah meninggal dunia dalam kontak senjata dengan pasukan TNI di Aceh
Jaya, pada 10 Oktober 2002. Panglima legendaris GAM Meureuhom Daya ini
dikebumikan di kampung halamannya, Krueng Tunong, pada Jumat (11/10/2002) sore.
Sekalipun Abu Arafah meninggal, namun GAM Wilayah Meureuhom Daya tetap
menyembunyikan informasi meninggalnya panglima yang sangat mereka hormati itu.
Hal ini dilakukan agar tidak meruntuhkan mental para pasukan di lapangan.
Saiful
alias Cagee
Amiruddin
atau Saiful alias Cagee bergabung
dengan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1998. Ketertarikannya bergabung dengan
GAM setelah berkenalan dengan Mirik, Saiful alias Cage masih sebagai prajurit
biasa di kamp 09 (kosong sikureung) Palu Beueh Awee Geutah. Saat itu, petinggi
GAM di kawasan itu adalah Husaini Franco, Razali dan beberapa orang lainnya.
Sekali pun masih baru dalam GAM, Cagee sudah dikenal sangat berani dan
nekat.
Saiful alias Cagee
Cagee
menjadi komandan operasi khusus pada tahun 2002, karena sangat senang
bertempur. Pasukan ini dibentuk tahun 2001 oleh GAM Daerah III Batee Iliek.
Pada tahun 2002 pula, Cagee membentuk kamp Gurkha di Gampong Darul Aman,
Peusangan Selatan. Tapi karena kondisi makin genting, dia memecah pasukannya
menjadi tujuh regu, dua di antaranya bernama regu Singa Bate (dengan
komandannya Mirik) dan regu Geubina yang dikomandani oleh Obeng. Setelah CoHA,
Cagee menyatukan kembali pasukannya di Gurkha, agar pasukan GAM tidak
tersebar-sebar.
Cagee
yang dikenal pemberani ini pernah membanting stempel KPA Wilayah Bireuen di
hadapan para petinggi GAM setelah mengusung Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf
sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2012. Entah karena
sikapnya tersebut, pada Jumat (22/07/12) Cagee ditembak mati di depan
tokonya, Gurkha, di Matanggeulumpang Dua, Bireuen.
Selain
nama-nama di atas, sebenarnya, masih cukup banyak pejuang GAM yang legendaris
dan ditakuti oleh TNI, seperti Ayah Muni (panglima operasi wilayah GAM Aceh
Besar), Abu Hendon, panglima GAM Wilayah Deli yang meledakkan bom di kota
Medan, atau Keuchik Umar, panglima GAM di Pidie. Ada juga Udin Cobra, komandan
operasi GAM di Pidie yang dikenal sangat jago taekwondo, Pawang Rasyid yang
namanya sangat dikenal di kawasan Geumpang dan Tangse, Rahman Paloh di Pasee
yang pernah menembak pesawat tempur TNI dari pucuk pohon kelapa, Teungku Bari,
komandan operasi GAM Batee Iliek, dan masih banyak lagi. Mudah-mudahan nanti
kita punya waktu menulis tentang mereka secara panjang lebar, sebagai bagian
dari mengingat mereka. [diolah dari berbagai sumber]
No comments